"Aku hampir mati"

Tak ada pesta, kue, dan lilin. Bandung, di tanggal 4 Oktober tahun 2014. 17 tahun sudah aku bernafas di bumi ini. Dunia yang ingin kusebut indah. 17 tahun sudah aku hidup di dunia ini bersama orang-orang yang ingin kusebut keren.

Tak ada pesta melainkan suara kumandang takbir dari masjid depan rumah. Malam ini bertepatan dengan malam takbiran. Dimana besok, para manusia melaksanakan sholat ied dan hewan-hewan Qurban siap disembelih. Sampai jumpa wahai kambing, sapi, dan unta di Arab sana.

Dan hai! untuk diriku yang berumur 17 tahun. Aku yang sudah boleh membuat katepe dan sim. Aku yang bertambah tua di dunia. Dan aku yang berkurang kuota untuk hidup di dunia. Aku hampir mati.

17 tahun. Sweet Seventeen orang bilang. Dimana hari ini, Sabtu, bertepatan dengan diriku yang baru keluar dari rahim seorang bidadari 17 tahun yang lalu. Ya, sesosok malaikat yang disediakan Allah untuk menjagaku di dunia. Sesosok super hero yang siap membantuku disaat aku terjatuh kesakitan. Sesosok bidadari yang selalu ada disampingku dan mendo'akan aku disetiap sujudnya.

Bidadari itu kusebut dengan panggilan "Mama". Mama orang pertama yang aku kenal di dunia. Meskipun ibu bidan yang memegangku pertama kali. 17 tahun silam aku membuat mama menangis kesakitan. Menahan mulas yang datang dan pergi. 17 tahun silam aku berada disebuah rahim seorang bidadari. Selama 9 bulan aku diberi asupan nutrisi hingga akhirnya aku, bisa hidup dan menghirup udara segar dunia.

Aku memang tak ingat apa yang terjadi 17 tahun yang lalu. Hanya saja, mama menceritakan apa yang terjadi ketika itu. Tak bisa kutahan air mata ini, yang mendobrak keluar kelopak mata. Perjuangan seorang ibu menahan sakitnya melahirkan seorang putri. Seorang putri yang kini sudah beranjak dewasa.

Untukmu mama, terimakasih wahai bidadari. Terimakasih sudah mendampingiku, menjagaku, dan menuntunku di dunia. Dunia ini sungguh menyeramkan. Aku tak tahu apa yang akan terjadi bila hidupku tanpa kehadiranmu. Mama, beribu ucapan terimakasih mungkin tak mampu membayar semuanya, seluruhnya, yang telah kau berikan untukku secara cuma-cuma. Pengorbananmu, untukku, untuk seorang gadis yang sudah beranjak dewasa ini sungguh besar. Mama, bolehkah aku berharap? aku ingin, kau tak akan pergi meninggalkanku sampai kapanpun. Aku ingin, kau selalu ada disini, disampingku, selamanya. Dan aku ingin secantik dirimu, sehabat dirimu, sekuat dirimu, dan segalanya sepertimu. Mama, aku menyayangimu.

****

Bagaimana bisa aku hidup di dunia yang menyeramkan ini? aku sama sekali tak pernah memesan dan meminta aku ingin hidup disini pada tuhan. Tidak sama sekali.

17 tahun sudah aku hidup di planet ini bersama jutaan makhluk aneh dan alien-alien yang menghantui. Aku tahu, aku takkan pernah bisa hidup di dunia ini tanpa adanya sesosok pria yang kusebut dirinya dengan panggilan "Papa". Papa, orang terhebat dan terkuat yang pernah aku kenal. Papa, sesosok pria yang tak berani membuatku sakit. Dia super heroku kedua di dunia. Di dunia yang keren ini.

Memang benar, papa, seorang yang keras dan tegas. Aku bersyukur, terlahir di sebuah keluarga muslim.Keluarga kecil yang indah disebuah istana kecil yang nyaman. Aku pun tak tahu apa yang akan terjadi bila aku hidup tanpa sesosok papa yang selalu memikirkan dan berjuang untuk masa depanku. Papa yang selalu berdo'a dalam setiap sujudnya, tanpa sepengetahuanku.

Papaku yang terhebat. Aku merindukanmu. Merindukan pelukanmu dan belaianmu. Kini aku sudah beranjak dewasa. Aku tahu, sekarang, aku memang sudah tak pantas untuk itu semua. Papa, kau tetap menjadi yang terhebat. Aku mencintaimu, papa..

****

Hari ini, ditemani dengan orang-orang yang mengucapkan selamat ulang tahun di beberapa media sosial. Walaupun tanpa pesta dan kue ulang tahun. Aku memang tak terbiasa untuk itu semua. Ulang tahun memanglah hanya sebagai simbol bertambahnya usia di dunia. Tapi bukankah artinya, umur kita di dunia itu berkurang? kalau saja aku merayakannya dengan sebuah pesta, itu artinya aku bersenang-senang atas berkurangnya kuota hidup di dunia.

Namun, entahlah, aku rasa ada yang berbeda dengan hari ini. Seseorang disana mengirim pesan singkat untukku. Tapi ini berbeda. Bukan sebuah ucapan selamat ulang tahun, melainkan sebuah lyric lagu 17 Agustus 1945. Aku pun tertawa melihatnya. Ini gila, ini tanggal 4 Oktober, tanggal kelahiranku. Bukan tanggal 17 Agustus tanggal kemerdekaan Indonesia.

Ya, dia, dilanku yang selalu menghilang. Dia yang selalu membuatku tertawa, walaupun terkadang aku selalu kesal dibuatnya. Kesal karena rindu. Dia selalu saja melakukan hal yang berbeda dengan orang lain. Dia selalu punya cara untuk kurindukan.

Aku rindu dia. Dilanku, tahun 2014.

****

Bandung, 4 Oktober 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RUMAH PELANGI :))

What Your Passion ?

Keras